Bisnis Dahsyat tanpa modal
readbud - get paid to read and rate articles

3/17/2010

Prediksi Akhir Drama Pansus Hak Angket Century

Bertolak dari pandangan akhir fraksi-fraksi pada skandal bailout Bank Century, mayoritas menyatakan adanya pelanggaran kebijakan sehingga memiliki peluang untuk diselesaikan pada ranah hukum. Meski Fraksi Demokrat masih tetap kukuh pada pandangan bahwa bailout Bank Century merupakan langkah tepat untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi November 2008 akibat imbas dari krisis global.

Isyarat terjadinya kompromi pada kesimpulan akhir Pansus Hak Angket DPR tentang Skandal Bank Century tampaknya akan terjadi. Pendekatan lobi sebagai taktik dan strategi politik dikombinasikan dengan tekanan politik berupa ancaman pengungkapan kasus-kasus hukum anggota Pansus yang vokal, tampaknya akan manjur. Jajaran para Staf Khusus Presiden yang turun gunung langsung membantu para politisi Partai Demokrat mengkonsolidasikan proses kompromi politik dengan pihak parpol oposisi dan quasi-oposisi.

Ada tiga pilihan opsi yang berkembang menjelang kesimpulan akhir Pansus: opsi pertama adalah pada level kebijakan dan pelaksanaan FPJP (Fasilitas Peminjaman Jangka Pendek) dan PMS (Penyertaan Modal Sementara) tidak ada permasalahan; Opsi kedua adalah kebijakan FPJP dan PMS tidak ada permasalahan namun di pelaksanaannya ada masalah; sedang opsi ketiga adalah kebijakan dan pelaksanaan FPJP dan PMS ada permasalahan.

Opsi pertama adalah posisi Partai Demokrat dan PKB, sementara tujuh partai lainnya berada pada opsi ketiga. Titik kompromi yang tampaknya akan disepakati adalah opsi kedua. PAN dan Gerindra mulai mengisyaratkan komitmennya untuk memilih opsi kedua. Sementara Golkar dan PKS pun juga tampak mulai melunak dan mempertimbangkan akan mengambil posisi politik untuk memilih opsi kedua. Hasilnya bisa ditebak, PDIP dan Hanura yang tetap bertahan pada opsi ketiga akan kalah dalam perolehan suara.
Tekanan politik yang diterima Golkar, PKS, PPP dan Gerindra akan ancaman jeratan hukum beberapa aktor politik partai tersebut tampaknya efektif sehingga keempat partai tersebut mulai realistis memilih opsi kedua sebagai alat kompromi. Kasus perpajakan membelit petinggi Partai Golkar, kasus impor sapi fiktif yang menyasar petinggi PPP, kasus L/C fiktif yang mengancam posisinya elit petinggi PKS, sementara kasus Munir melibatkan petinggi Gerindra. Opsi kedua akan menyelamatkan banyak pihak dalam lingkaran partai politik.

Bila bulat memilih opsi kedua, berarti tidak akan ada pihak yang dipersalahkan dari jajaran para pengambil keputusan bailout Bank Century, mulai dari pihak Bank Indonesia hingga institusi lainnya yang tergabung dalam KSSK. Dengan opsi kedua, tentunya akan menyelamatkan Wapres Boediono dari upaya pemakzulan dan Menkeu Sri Mulyani dari upaya tuntutan hukum.

Kompromi politik melalui opsi kedua memungkinkan pihak yang akan dipersalahkan adalah mereka yang berada pada tingkat pelaksana kebijakan, bukan pihak yang berada di level para pengambil kebijakan. Inilah ending dari drama Century yang telah dipertontonkan selama kurang lebih tiga bulan. Beberapa pihak akan merasa anti klimaks dari scenario kompromi politik seperti itu.

Bila skenario tersebut terjadi maka akan terjadi gejolak ketidakpuasan rakyat yang akan menimbulkan instabilitas politik. Publik yang telah menyimak pembongkaran kasus tersebut melalui media akan merasa dipermainkan aspirasinya oleh para politisi karena sudah memiliki kesimpulan tersendiri bahwa Boediono dan Sri Mulyani terlibat skandal dan layak mendapat hukuman.

Pengingkaran Kebenaran
Fakta selama persidangan Pansus Hak Angket DPR telah menunjukkan bahwa Bailout Bank Century jelas merugikan uang negara. Defenisi kerugian dalam system keuangan modern manakala suatu dana dipakai dalam kurun waktu tertentu dengan tidak menghasilkan manfaat (benefit) apapun. Bank Mutiara yang dimodali 6,7 triliun, setelah beberapa tahun bank itu dijual ke investor dengan harga sama sehingga tidak mendatangkan laba. Bila dana sebesar Rp 6,7 triliun ditanamkan untuk suatu proyek investasi yang menguntungkan akan mendatangkan keuntungan besar. Disinilah letak kerugian Negara akibat proses bailout Bank Century.

Bailout bukanlah solusi tepat untuk Bank Century karena bank tersebut hancur oleh pemiliknya sendiri. Semestinya untuk menyelamatkan nasabah Bank Century, cukup dinyatakan bangkrut dan negara melelang aset-aset bank kemudian hasilnya dikembalikan kepada para nasabah tersebut. Inilah solusi yang tepat dengan resiko lebih ringan daripada Pemerintah mengambil-alih pengelolaan bank itu melalui LPS. Sedang opsi lain adalah penjualan Bank Century kepada investor local maupun asing yang berminat membeli dengan memperhatikan beban hutang-hutangnya kepada nasabah. Dengan demikian, pihak yang diharapkan memberikan dana talangan adalah investor, bukan LPS.

Opsi lain penyelesaian Bank Century adalah penyelesaian melalui ranah hukum. Sebelumnya bank tersebut harus dinyatakan pailit terlebih dahulu karena tindak kriminal yang dilakukan pemilik bank itu sendiri. Kemudian pihak kepolisian menyita asset-aset bank, termasuk yang dilarikan keluar negeri. Cara ini lebih elegan dilakukan pemerintah daripada memaksakan diri mengurus Bank Mutiara namun pada akhirnya akan dijual juga ke investor.

Dalam fakta bersidangan Pansus Century, Bank Century selalu dikait-kaitkan dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 2008 lalu akibat krisis global. Krisis didalam pengelolaan Bank Century sudah terjadi sejak awal merjer dari tiga bank swasta kecil jauh sebelum terjadinya krisis global di Amerika Serikat yang berimbas kemana-mana. Apalagi mengurus Bank Century tidak termasuk kategori hajat hidup orang banyak, karena jumlah nasabahnya kecil dan dampaknya bagi perekonomian nasional juga kecil. Berbeda halnya bila guncangan terjadi pada bank-bank besar seperti BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank BCA, Bank Danamon, diantara 15 bank-bank besar yang memiliki pengaruh signifikan dalam perbankan dan perekonomian nasional. Apalagi dalam sejarah perbankan nasional pernah terjadi tragedy BLBI yang merugikan Negara hingga ratusan triluan rupiah yang hingga kini belum terselesaikan secara hukum.

Namun pada situasi yang berbeda, seringkali pemerintah SBY mendengung-dengungkan keberhasilan lepas dari krisis global 2008-2009. Bersama India dan China, Indonesia dikabarkan berhasil mengatasi ancaman resiko krisis, termasuk dengan melakukan bailout Bank Century. Padahal ketiga negara tersebut memiliki jumlah penduduk besar yang memiliki basis perekonomian pada sektor riil, bukan sektor finansial seperti di Amerika. Pada ketiga Negara ini, terdapat bahan baku, upah buruh murah, produksi lancar, dan konsumen yang sangat banyak. Jadi, salah besar bila mengaitkan keberhasilan mengatasi krisis dengan cara bailout Bank Century.

Krisis global yang mulai berkurang lebih disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Amerika melakukan bailout senilai US$ 700 miliar atau setara dengan 7000 triliun rupiah. Jadi bailout inilah yang menyelamatkan ekonomi dunia, termasuk ekonomi Indonesia. Meski menyalahi prinsip kapitalisme, posisi dollar menjadi membaik. Seandainya nilai tukar dollar Amerika terus memburuk, maka biarpun pemerintahan SBY mengeluarkan kebijakan bailout terhadap 15 bank-bank besar sekalipun dipresiksi tidak akan bisa menyelamatkan ekonomi nasional karena Indonesia menerapkan system floating rate (mata uang terbuka).

Dengan sedikit mengungkap fakta dan argumentasi diatas, Boediono dan Sri Mulyani sebagai pejabat tinggi negara yang mengurus masalah ekonomi dan keuangan dan pejabat berwenang dibalik proses bailout Bank Century telah melakukan pembohongan public secara sistematik. Maka keduanya layak bertanggung jawab secara politik dan secara hokum. Bila keduanya bebas dari hukuman secara politik oleh proses politik di DPR, maka mari kita tunggu proses hukumnya di KPK. Semoga keadilan masih ada dibumi pertiwi.

1 komentar:

  1. yah, maumi diapa..
    memang begitulah yang namanya politik. kepentingan golongan selalu ada di posisi pertama walaupun harus mengorbankan rakyat banyak.

    yang kasian mereka2 yang ada di level pelaksana...selalu jadi kambing hitam..hehehe

    BalasHapus

Harap Komentar yang sopan sesuai etika berkomunikasi