Bisnis Dahsyat tanpa modal
readbud - get paid to read and rate articles

6/28/2009

Pengalaman Online Pertama : Dari Tagihan Telepon Membengkak hingga Menunggak Tagihan Indosat

Saya pertama kali mengenal dunia internet saat masih mahasiswa. Ketika itu saya mengikuti pelatihan internet yang diselenggarakan oleh Koperasi Mahasiswa (Kopma) UNHAS Makassar pada sekitar tahun 1998. Namun pasca pelatihan, tidak banyak aktifitas yang saya lakukan karena pada saat itu saya masih menganggap dunia internet adalah wilayah para orang kaya yang harus rela menghabiskan uangnya untuk sekedar beraktifitas online. Apalagi pada waktu itu belum banyak warung internet di kampus dan sekitarnya, selain yang disediakan pihak Kopma UNHAS.
Pengalaman berikutnya adalah ketika melihat kop surat sebuah LSM yang didirikan rekan-rekan kampus pada sekitar tahun 2000. Pada kop surat tersebut, tertera alamat E-Mail organisasi rekan-rekan tersebut. Saya menjadi tertegun, ternyata membuat Email bukanlah pekerjaan mahal dan sulit. Maka saya berupaya membuat alamat Email pribadi dengan mencari bantuan pada pihak warnet. Alamat email pertama saya memakai “mailcity”. Meski sudah mendapatkan alamat email, saya masih gagap teknologi (gaptek) untuk membukanya sehingga akhirnya alamat itupun hangus tak berbekas.
Pada 2001, saya kembali berupaya untuk membuat alamat email baru karena tuntutan organisasi. Pada saat itu, saya usai mengikuti sebuah pelatihan NGO di Jakarta dan para alumni pelatihan itu sepakat untuk membuat mailing list (milis) agar memudahkan untuk bertukar pikiran. Pada saat itu, istilah “milis” masih asing ditelinga saya, apalagi berinteraksi didalamnya. Saya kembali membuat account di Yahoo dengan meminta bantuan kepada seseorang di sebuah warnet di Makassar. Meski sudah memiliki alamat email, kembali saya bermasalah dalam berinteraksi dengan teman-teman melalui milis karena ketidaktahuan cara mendaftarkan alamat email saya ke milis. Beberapa teman alumni pelatihan itu sering mengundang saya bergabung di milis, tetapi saya malu untuk berterus-terang kalau saya sedikir “gaptek” untuk urusan itu.
Pada 2002, saya hijrah ke Jakarta untuk tujuan studi magister. Selama di Jakarta, saya sangat aktif mengikuti acara seminar dan diskusi diberbagai hotel-hotel. Dari berbagai seminar itulah saya mengenal beberapa orang yang aktif mengikuti seminar serupa dan mendapatkan satu informasi milis yang dikelola sebuah NGO ternama di Jakarta. Sayapun mendaftarkan alamat email organisasi LSM saya di Makassar untuk join di milis tersebut dengan bantuan pelayan warnet. Pada saat itulah pengalaman pertama kali berinteraksi di sebuah milis dan sekali-kali melakukan posting untuk menunjukkan keberadaan organisasi saya sebagai peserta diskusi milis. Sejak join di milis LSM tersebut, frekwensi kunjungan saya ke warnet menjadi meningkat karena selalu ingin mengetahui informasi yang menjadi bahan diskusi para aktifis LSM tersebut.
Berkat join di milis LSM tersebut, saya bisa beraktifitas pada sebuah LSM besar di Jakarta dengan fasilitas online secara gratis (fasilitas kantor) sejak 2005. Pada masa itulah, saya merasa puas melakukan aktifitas online dari pagi hingga sore hari sesuai jam kantor. Bahkan terkadang pada hari-hari tertentu saya bisa berinternet ria hingga malam hari. Karena pergaulan hanya sebatas LSM dan dunia kampus, maka situs-situs yang sering saya akses hanya sebatas situs yang berhubungan dengan kedua wilayah tersebut, selain situs berita.
Namun situasi berbalik ketika saya harus kembali ke Makassar pada tahun 2007. Saya kembali serasa berada di dunia lain, karena harus berpisah dengan dunia online. Kantor LSM saya di Makassar tidak dilengkapi fasilitas online sehingga saya harus sering berkunjung ke warnet. Tetapi berbeda dengan warnet-warnet di Jakarta yang ditata apik, warnet-warnet di Makassar pada umumnya didesain seadanya. Ada warnet yang hanya di terangi lampu seadanya, ada warnet yang kursinya tidak ergonomik, ada warnet yang bising karena lebih banyak digunakan bermain game, dan seabrek masalah lainnya.
Perubahan suasana antara Jakarta dengan Makassar membuat saya sempat menderita batin karena jauh dari suasana hidup serba online. Hingga pada suatu waktu di bulan April 2008, saya menderita depresi berat pada suatu pagi didepan komputer dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, saya dinyatakan terkena stroke ringan. Banyak rekan saya terhenyak mendengar kabar itu karena saya dianggap masih berusia muda, 33 tahun. Pasca terkena stroke, saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Untuk mengusir kebosanan, saya sekali-kali mengakses internet melalui jaringan Telkomnet Instant dari Telkom, meski selalu berakhir ketidakpuasan karena biayanya yang sangat mahal Rp 165 per menit.
Hingga suatu waktu di bulan Desember 2008, saya mendapatkan sebuah email “nyasar” yang mengabarkan sebuah aktifitas bisnis melalui internet yang dapat menghasilkan uang. Saya pun tertarik membeli produk bisnis tersebut berupa Ebook panduan bisnis online. Saya tertarik membeli Ebook itu karena saya membutuhkan satu aktifitas di dalam rumah yang bisa menghasilkan uang. Melalui Ebook itu, saya dipandu untuk membuat blog gratis dan membuat account Paypal dan Alertpay sebagai alat transaksi di dunia maya. Dari sinilah awalnya saya kembali aktif di dunia maya hampir setiap hari sehingga tagihan telpon di rumah saya membengkak hingga ratusan ribu per bulan, namun harapan untuk mendapatkan uang dari aktifitas bisnis online tidak kunjung datang.
Agar terhindar dari tagihan telpon membengkak, saya mengganti koneksi dengan menggunakan modem. Saya kemudian memilih menggunakan modem yang diproduksi Indosat. Dari berbagai pilihan yang ditawarkan costumer service Indosat Makassar, saya memilih paket termurah sebesar Rp 50 per bulan dengan fasilitas 350 megabyte per bulan. Masalah kemudian muncul, karena saya menganggap fasilitas 350 megabyte sama dengan menggunakan internet semaunya. Pada bulan pertama menggunakan modem Indosat, aktifitas online di rumah saya gunakan sepuas-puasnya. Namun sialnya, bulan kedua menggunakan modem saya dihadapkan pada tagihan yang membengkak. Saya dianggap oleh pihak Indosat menggunakan melebihi batas pemakaian per bulan. Saya kembali dipusingkan dengan tagihan-tagihan itu sehingga berujung pada pemblokiran modem saya karena tidak kunjung melunasi tagihan dari Indosat. Beberapa kali pihak Indosat menelpon ke rumah menganjurkan saya untuk segera melunasi tagihan, tapi saya menganggap pihak Indosat tidak memberikan informasi yang cukup tentang fasilitas 350 megabyte itu dan mengakali konsumen.
Setelah negosiasi dengan pihak costumer service Indosat Makassar, saya diberi kemudahan dengan mencicil tagihan internet. Sayapun diberi tawaran paket internet tidak terbatas (unlimited) sehingga saya bisa berinternet sepuasnya dari rumah. Sampai tulisan ini dibuat, fasilitas koneksi unlimited Indosat belum saya nikmati karena saya belum melunasi sepenuhnya tagihan-tagihan dari Indosat yang membengkak hingga ratusan ribu. Saya mengharapkan bulan depan, fasilitas koneksi unlimited itu bisa saya gunakan agar impian saya untuk berinternet sepuasnya bisa terkabulkan dan bisa menjelajahi dunia baru : bisnis online. Dan tentunya bisa menghasilkan uang dari aktifitas di internet.

1 komentar:

Harap Komentar yang sopan sesuai etika berkomunikasi