Bisnis Dahsyat tanpa modal
readbud - get paid to read and rate articles

1/17/2010

Kriteria Sistemik Dalam Skandal Century

Kriteria sistemik adalah kata kunci bagi panitia angket DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus dana talangan (bail out) Bank Century. Dari empat pejabat dan mantan pejabat Bank Indonesia yang telah dipanggil dihadapan Sidang Pansus Hak Angket di DPR, dua orang mengatakan Bank Century tidak berpotensi sistemik dan sisanya dua orang lagi mengatakan berbeda.

Burhanuddin Abdullah dan Anwar Nasution adalah dua orang mantan pejabat BI menyatakan bahwa Bank Century tidak berpotensi sistemik. Menurut keduanya, Bank Century hanyalah bank kecil sehingga tidak banyak berperanan pasar keuangan antarbank dan pasar bank devisa. Sedang dua orang yang menyatakan sebaliknya adalah Miranda Goeltom dan Boediono. Keduanya berusaha mempertahankan argumentasi sistemik karena kedunya adalah pejabat BI yang paling bertanggungjawab atas proses bail out Bank Century pada November 2008 silam.

Riwayat Bank Century
Untuk menganalisis performa Bank Century sebagai bank sistemik maka harus ditinjau kebelakang pada awal berdirinya. Bank Century pada awalnya adalah gabungan dari tiga bank yakni Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac. Alasan penggabungan yang utama karena pemegang sahamnya adalah orang yang sama yakni Chinkara Capital Ltd, yang dimiliki Rafat Ali Rizvi dan Hesyam Al Warraq melalui pasar modal. Namun ada dua bank dari ketiga bank merger itu yang memiliki masalah besar yakni Bank CIC dan Bank Pikko yang memiliki permasalahan surat-surat berharga (SSB) valas 203 juta dollar AS berkualitas rendah. Pengawas BI juga menemukan US Treasury sebesar 185,36 juta dollar AS yang memiliki bunga rendah serta sistem pencatatan yang tidak sesuai dengan Pedoman Standar Akuntasi Keuangan (PSAK).

Pertimbangan lain dilakukan merger ketika itu selain faktor kepemilikan saham adalah faktor pengawasan. Dengan merger, BI akan semakin mudah mengawasi dan mudah dalam proses pengalihan kepemilikan bank hasil merger kepada investor serta akan semakin memperluas jaringan kantor bank. Prasyarat merger ketiga bank itu adalah diharuskan ada penambahan modal untuk mengatasi tekanan terhadap permodalan bank karena dampak dari SSB yang bermasalah sejak awal.

Sejak awal merger, ada tiga persoalan utama SSB yang diserukan oleh BI kepada Bank Century yakni SSB unrating yang dikategorikan macet, SSB berbunga rendah yang mengakibatkan tekanan terhadap rentabilitas bank dan pencatatan yang tidak sesuai PSAK. Seandainya menggunakan PSAK akan langsung terlihat bahwa bank tersebut selalu mengalami kerugian.

Mengacu pada hasil audit BPK terhadap Bank Century, pasca merger pada 2002 saat itu Menteri Keuangan dijabat Boediono ditemukan adanya dana Menkeu ditransfer ke Bank CIC berjumlah USD 24 juta. Kemudian pada 1 November 2005, Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan membuat kesepakatan dengan Bank Century pemindahan escrow account (rekening terpisah) sebesar 17,28 juta dollar AS dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) ke Bank Century yang dibuka untuk dan atas nama Menteri Keuangan.
Keberadaan escrow account Menkeu pada Bank Century diakui oleh Kepala Biro Humas Depkeu Harry Z Soeratin dalam sebuah keterangan pers. Escrow account tersebut bernomor 10220000320250 atas nama Menteri Keuangan sebesar USD 17,279,976.20 di Bank Century. Menurut Harry, Escrow Account tersebut berfungsi sebagai jaminan (cash collateral) terkait permasalahan antara Bank Century dengan debiturnya, yaitu INKOPTI (Induk Koperasi Tempe Tahu Indonesia), IKKU (Induk Koperasi Kesejahteraan Umat), dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa) yang telah wanprestasi sesuai putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung tahun 2004. Wanprestasi yang dimaksud adalah gagal bayar kepada Bank Century (dulu Bank CIC) dari ketiga koperasi di atas, terkait penjualan terigu dalam program hibah dari Pemerintah Amerika Serikat (USDA) sesuai PL-416(b) (Fajar, 18/12).

Bila mengacu pada hasil audit BPK, sejak 2001 ketika Boediono menjabat Menteri Keuangan hingga 2009 keetika Boediono menjabat Gubernur BI telah terjadi pelanggaran kebijakan sebanyak sembilan kali. Atau dengan kata lain, Boediono sudah terlibat sejak awal berdirinya (merger) Bank Century pada 2001 hingga Bank Century dicabut dari status SSU (Status dalam pengawasan intensif BI) pada Agustus 2009.

Pemindahan dana hibah pemerintah dari BRI ke Bank Century menyimpang dari aturan yang ada. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.318/KMK.02/ 2004 dinyatakan penyimpanan uang negara hanya diperkenankan pada bank-bank pemerintah saja, tidak diperkenankan pada bank swasta. Ironisnya lagi, dana hibah pemerintah yang ditempatkan di Bank Century dibawah Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan berpotensi hilang karena tidak jelas keberadaannya. Bisa saja dana tersebut beralih status kepemilikan atas nama pribadi tertentu.

Melihat latar belakang berdirinya Bank Century tersebut, secara logika tidak beralasan bila pilihan bail out dilakukan kepada bank gagal. Sementara bank-bank yang memiliki kriteria sistemik berdasarkan informasi Burhanuddin Abdullah hanya lima belas bank, diantaranya Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, BTN, Bukopin, Bank Danamon, Bank Permata. Kelimabelas bank tersebut menguasai sekitar 85 persen industry perbankan nasional. Sementara Bank Century hanyalah bank kecil dengan peran yang juga kecil.

Kriteria Sistemik

Bila menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Depdiknas, kata “sistemik” hampir pasti tidak ditemukan karena istilah tersebut adalah istilah teknis dalam bidang keuangan. Kata “sistemik” berasal dari kata dasar “sistem” yang berarti adanya seperangkat unsur atau subsistem yang saling berkaitan hingga membentuk satu kesatuan (totalitas). Dari asal katanya berarti sistemik bisa diartikan sebagai “berpeluang mempengaruhi suatu sistem”.

Dalam bidang ilmu keuangan, istilah “sistemik” selalu dihubungkan dengan seperangkat upaya untuk mengantisipasi munculnya risiko yang timbul. Parameter dan ukurannya bersifat teknis, jelas dan terukur secara akademik. Karena itu, didalam ilmu keuangan dikenal teori yang disebut systemic risk.

Seorang rekan yang aktif di dunia maya dengan nama pena Mbah Darmo dalam sebuah tulisannya di Politikana.com menulis bahwa istilah “sistemik” sangat berhubungan dengan upaya manusia dalam mengantisipasi risiko yang timbul. Jika salah satu variabel mengalami anomali dalam intensitas yang tidak biasa maka dipastikan kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap sistem secara keseluruhan. Besar kecilnya pengaruh tergantung dari tingkat dependensi variabel yang terjadi anomali tersebut relatif dengan variabel lain yang bekerja dalam keseluruhan sistem. Ilmu yang mempelajari cara menghitung dan menarik kesimpulan atas fenomena anomali tersebut disebut Ilmu Ekonometrika. Secara akademis perhitungan dampak variabel anomali sangatlah mudah dilakukan melalui alat hitung (komputer) yang memiliki kemampuan numerik yang nyaris tidak terbatas.

Ilmu Ekonometika membenarkan adanya toleransi atas variabel-variabel yang tidak bisa dikuantifikasi. Dalam rumus persamaannya selalu terlihat adanya variable epsilon di akhir formula. Hal ini mencerminkan bahwa ilmu ekonomi bukanlah ilmu eksakta. Disinilah titik persinggungan para pengambil kebijakan dibidang keuangan yang berhitung secara akademis secara simultan dengan legika social politik. Bila kondisi politik tidak stabil sementara basis data sosial ekonomi tidak valid dan kuat maka melahirkan nilai (value) dari variabel epsilon yang relatif besar. Apalagi respon pasar dan publik tidak selamanya berjalan searah dengan hitungan akademis para pengambil kebijakan bidang keuangan. Dampaknya, publik akan menaruh ketidakpercayaan terhadap otoritas moneter dan otoritas ekonomi serta pasar sangat rentan dengan gejolak dan fluktuasi.

Melihat perimbangan pandangan aktor-aktor utama dalam lembaga otoritas keuangan (BI) sebagaimana disebut pada awal tulisan terhadap kriteria sistemik pada kasus Bank Century, maka kerja Pansus Hak Angket Century seharusnya mencari strategi lain dalam mengungkap dugaan penyimpangan dana talangan. Salah satunya yang paling penting adalah aliran dana pasca bailout sehingga keberadaan PPATK sangat penting sebagai mitra strategis Pansus karena lembaga inilah satu-satunya yang punya akses dalam meneliti aliran dana-dana didalam lembaga perbankan.
(Artikel ini pernah dimuat Tribun Timur, Selasa, 05 Januari 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap Komentar yang sopan sesuai etika berkomunikasi