Bisnis Dahsyat tanpa modal
readbud - get paid to read and rate articles

7/27/2009

Ekonomi-Politik Bom JW Marriot Jilid II

Bom yang meledak di Hotel JW Mariot dan Hotel Rizt Carlton, Jakarta pada hari Jumat, 17 Juli 2009 lalu mengundang spekulasi dan beberapa prediksi seputar motif dan target peledakan serta implikasinya terhadap ekonomi-politik. Peledakan bom kali ini bersamaan dengan event politik pemilu presiden dan bergolaknya kembali Papua sehingga beberapa prediksi terkait bom berhubungan dengan kedua kondisi tersebut.
Dalam rangka mencoba memprediksi motif peledakan bom, maka akan dilakukan analisis berdasarkan target korban, waktu peledakan, lokasi peledakan, dan jenis bahan peledakan. Bila menggunakan prediksi berdasarkan target korban, sebagian besar korban adalah para pebisnis asing yang bergerak dalam bidang pertambangan. Kepala Dinas Humas dan Hubungan kelembagaan BP Migas, Sulistya Hastuti Wahyu, menyatakan bahwa sejumlah petinggi perusahaan migas asing telah menjadi korban ledakan. Mereka antara lain GM Anadarko Indonesia Co Gary ford dan Kevin S. Moore yang menjabat sebagai GM Husky Oil North Sumbawa LTD.
Salah satu korban tewas pebisnis pertambangan adalah Presdir PT Holcim, Timothy Mackay, sedang korban lainnya dari pebisnis pertambangan asing masing-masing adalah James Castle (CEO Castle Asia), Giovanni (Italia), Hui Bosco Keung (Korea Selatan), Ibushi Asu (Jepang), Scott Mirilles (Australia), Shweta Shukita (India), Simon Louis (Inggris), Peter Van Wesel (Belanda), Max Bon (Belanda), Gary Ford (AS), Cindy (AS), James Castle (AS), Andrew Stewart (Norwegia), Cho Ing Sang (Korea Selatan), dan Regi Aalstad (Norwegia).
James Castle adalah korban peledakan Bom di Hotel Marriot untuk kedua kalinya. Ia korban yang selamat dan luput dari ledakan bom Mariot jilid I pada tahun 2003. Namun situasi kini berbeda pada peledakan bom Marriot jilid I, pada bom Mariot jilid II Castle mengalami luka-luka sehingga mendapatkan perawatan di rumah sakit Jakarta.
Tampaknya sasaran korban peledakan bom bukan warga negara asing kebanyakan, tetapi terbatas pada pebisnis migas asing yang spesifik melakukan bisnis pertambangan dan banyak menguasai bisnis pertambangan migas di perut bumi nusantara. Bila sasarannya warga asing dalam jumlah besar, maka banyak sekolah-sekolah internasional yang murid-muridnya hampir keseluruhannya warga negara asing di sekitar Jabodetabek seperti British Internasional School, Japan International School, Jakarta International School, yang dapat dijadikan sasaran. Apartemen-apartemen yang dihuni mayoritas warganegara asing, atau komplek perumahan-perumahan yang banyak warganegara asingnya, klub-klub malam yang banyak didatangi oleh warganegara asing, dan yang sejenisnya. Namun, aksi teroris cukup segmented dengan hanya membidik para pebisnis pertambangan yang sering melakukan pertemuan-pertemuan di lokasi tertentu (biasanya di Hotel JW Mariot dan Hotel Ritz Carlton).
Berdasarkan waktu peledakan pada pagi hari, karena pada pagi itu (17/07/09) para pebisnis pertambangan asing merencanakan meeting sambil perjamuan breakfast. Pertemuan itu rutin digelar secara reguler per bulan dan pada bulan Juli 2009 digelar di JW Lounge, Hotel JW Marriott dengan tajuk “ICP Breakfast Roundtable”. Dijadwalkan CEO Castle Asia yakni James Castle akan memimpin top-level meeting pagi itu sekaligus sebagai pihak yang mengundang. Seperti sudah menjadi tradisi bagi pebisnis pertambangan seperti James Castle, yang selalu mengadakan pertemuan sebagai wadah negosiasi dan memfasilitasi kepentingan Amerika di Hotel JW Marriot. Pertemuan para pemimpin senior bisnis di Asia itu direncanakan dihadiri seperti David Mackay (Presiden Direktur Holcim Indonesia), David Porter (Direktur Eksplorasi PT. Freeport Indonesia), Gary Ford (Presiden Direktur Anadarko Oil), Pedro Sole (Cheif Executive Officer Alstom Power), Edward Thiessen (CEO Thiess Indonesia), Kevin Moore (Presiden Direktur Husky Energy), Patrick Foo (Chief Executive Officer AEL Indonesia), Andy Cobham (Hill&Associates), Max Boon (Castle Asia), Mariko Yoshihara (JAC Indonesia), Roy Widosuwito (Perfetti Van Melle Indonesia), Nathan Verity (Verity HR), Andrianto Machribie (mantan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia, kini Komisaris PT. Freeport Indonesia), Noke Kiroyan (Managing Kantor Lawyer Kiroyan and Partner).
James Castle sudah menekuni perdagangan di Indonesia sejak 1977 sehingga relatif mengenal seluk beluk bisnis di negeri ini. James Castle termasuk individu yang tergolong kelas kakap dalam dunia bisnis di Asia dan dan memegang jabatan penting seperti presiden dari AmCham Indonesia cabang dari United States Chamber of Commerce. James Castle juga dewan pendiri dari Business Advisory Strategies Indonesia, yang lebih dikenal dengan Castle Asia. James Castle bersama Noke Kiroyan, Chris Newton, Kuntoro Mangkusubroto, dan beberapa nama lainnya, mendirikan Castle Asia dengan misi utamanya adalah antara lain : “Castle Asia’s Indonesia Country Program (ICP) is an exclusive corporate monitoring program for CEO’s and other senior executives aimed at facilitating at deeper understanding of the political and economic complexities of doing business in Indonesia”.
Jadi berdasarkan waktu peledakan, target peledakan bom tidak berhubungan dengan pemilu presiden karena bila sasarannya untuk menggagalkan pemilu maka waktu peledakan sudah melewati hari pencontrengan. Dengan demikian, penyataan SBY dalam pidato pasca ledakan bom yang menyatakan ada keterkaitan peledakan bom dengan pemilu tidak tepat. Dianalisis dari segi waktu pula yakni peledakan pada pukul 07.00-08.00 WIB, nampaknya para teroris tidak menginginkan korban yang lebih banyak. Bila menginginkan korban lebih banyak, maka para teroris memilih waktu puncak jumlah pengunjung restoran untuk melakukan sarapan pagi pada pukul 08.00-09.00 WIB.
Dilihat dari lokasi peledakan, bom itu meledak di JW Lounge tempat pada pebisnis pertambangan asing top-level itu menggelar breakfast meeting, bukan di Restoran Syailendra. Menurut seorang saksi mata yang menjadi sumber detikcom Sabtu (18/7/2009) menyatakan bahwa setelah keluar dari lift, pelaku tidak belok ke kanan (ke Restoran Syailendra) tetapi ke kiri (ke JW Lounge). Sebagai tamu umum hotel, semestinya pelaku menuju ke restoran Syailendra yang pagi itu menyajikan Buffet Breakfast dengan aneka menu sarapan Amerika hingga Asia. Namun di luar kebiasaan, orang yang diduga sebagai pelaku peledakan bom, justru berjalan ke arah kiri menuju JW Lounge tempat para pebisnis asing menggelar pertemuan. Sumber itu merujuk tayangan CCTV yang sudah beredar di publik.
Bila bom itu bermotif politik untuk menggagalkan pemilu presiden (pilpres) sebagaimana sinyalemen Presiden SBY, maka semestinya sasaran lokasi pengeboman adalah kantor KPU sebagai pusat administrasi pemilu, bukan di hotel. Bila tetap sasaran lokasinya di hotel, bisa dipastikan hotel yang menjadi sasaran para teroris adalah Hotel Borobudur sebagai tempat tabulasi suara pada pemilu legislatif April lalu, bukan di hotel JW Marriot atau Hotel Ritz Carlton.
Sedang berdasarkan jenis bahan peledak yang digunakan para teroris berjenis low explosive, bukan dari jenis high explosive. Mencermati cara kerja dan strategi penyusupan ke dalam hotel yang telah direncanakan secara cermat dan rapi dalam waktu cukup lama, para teroris itu bisa saja menggunakan bom berjenis high explosive. Jika targetnya warga asing dalam jumlah banyak dan tingkat kerusakan yang dahsyat, pilihan peledak high explosive yang mereka gunakan. Tapi rupanya pilihan-pilihan itu tidak mereka gunakan karena targetnya hanya segelintir warga asing yang menguasai pertambangan di dalam negeri.
Sementara bila dilihat dari aspek publisitas pasca peledakan, nampaknya para teroris tidak menginginkan publisitas yang massif. Bila menginginkan publisitas yang men-dunia, para teroris itu bisa saja melakukan aksinya pada saat tim sepakbola Manchasted United menginap di Rizt Carlton yang tinggal beberapa hari. Para teroris itu pasti mengetahui jadwal kedatangan rombongan Manchester United dan mengetahui efek publisitas yang massif bila hotel para selebriti sepakbola dunia itu diledakkan. Namun bukan efek publisitas tingkat dunia yang ingin ditujukan oleh para perancang peledakan bom ini.
Berdasarkan analisis berdasarkan target korban, waktu peledakan, lokasi peledakan, jenis bahan peledak dan efek publisitas pasca peledakan, maka dapat disimpulkan bahwa bom JW Marriot Jilid II sangat spesifik pada kelompok tertentu yang bermotif ekonomi-politik. Dari paparan singkat ini dapat diprediksi bahwa para teroris itu bukanlah dari kelompok Islam garis keras, tetapi diperkirakan dari para pesaing bisnis pertambangan migas diluar dari kelompok Castel Asia. Pada kasus ini, ada motif persaingan bisnis, motif monopoli penguasaan sumber daya pertambangan, dan juga kecemburuan pada pemerintah yang membiarkan penguasaan eksplorasi sumber daya mineral pada pihak asing.

(Muslimin B.Putra, Pemerhati Ekonomi-Politik dari Center for National Policy Studies, Jakarta. Artikel ini dikirim ke KOMPAS pada 25 Juli 2009)

7/22/2009

RUSLI ZAINAL SANG VISIONER, Memberantas Kemiskinan dan Memajukan Hak Ekosob

Kemajuan Provinsi Riau sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari sosok RUSLI ZAINAL, SANG VISIONER yang memegang tampuk Gubernur Propinsi Riau. Mantan Bupati Indra Giri Hilir periode 1999-2004 berhasil memajukan Provinsi Riau ke dalam wilayah terdepan dalam pemenuhan hak-hak ekonomi masyarakat Riau. Maka tak salah, satu dari lima Gubernur yang mendapat penghargaan dari HIPMI Pusat adalah RUSLI ZAINAL SANG VISIONER sebagai Gubernur Propinsi Riau, empat diantaranya adalah adalah Fadel Muhammad (Gubernur Gorontalo), Anwar Adnan Saleh (Gubernur Sulawesi Barat), Nur Alam (Gubernur Sulawesi Tenggara) dan Syamsul Arifin (Gubernur Sumatera Utara).
Dalam perspektif HAM, utamanya Hak Ekosob (Ekonomi, Sosial dan Budaya), RUSLI ZAINAL dapat disebut sebagai pelopor pemimpin daerah dalam pemenuhan hak-hak dasar warga. Beberapa sector yang masuk ke dalam hak Ekosob seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan dan seterusnya relatiF sangat bagus. Data-data dan uraian dibawah ini menunjukkan pemenuhan hak Ekosob.

BIDANG PENDIDIKAN
A. Pendidikan Umum
Perbincangan tentang pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di Provinsi Riau pada khususnya sudah ada sejak manusia lahir di dunia, namun masalah tersebut selalu menarik untuk dipersoalkan. Proses belajar dan mengajar itu berkembang terus seperti masyarakat, jadi wajar jika setiap saat perlu ada upaya untuk meninjau kembali proses belajar mengajar yang dibuat dan disusun oleh pemerintah.
Perkembangan proses belajar mengajar para guru dan dosen akan beruntung karena dapat ikut menerapkan sistem pendidikan yang sesuai dengan keperluan pasar. Untuk memajukan perkembangan pendidikan diperlukan teknologi yang sesuai dengan keperluan masyarakat terutama bagi pengguna hasil yang dibuat. Dengan teknologi pendidikan yang sesuai dengan pasar akan terdapat suatu kegiatan yang bersifat peningkatan keterampilan anak didik. Selama sekolah baru menerapkan sistem kurikulum yang bersifat pasif, dan kurang mengacu kepada kepentingan pasar.
Untuk mencapai keberhasilan pendidikan dan peningkatan keterampilan lembaga sekolah harus mampu menggali dan menyusun kurikulum yang berdimensi lokal. Kurikulum yang baik mengacu pada potensi lokal yaitu potensi pasar dan lapangan kerja yang ada di daerah di mana sekolah itu beroperasi. Proses pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah bukan hanya mencetak anak yang pandai untuk membaca tulis baca tetapi mencetak anak yang dapat membaca keperluan baik pada tingkat daerah maupun pada tingkat nasional. Ini artinya bahwa pendidikan sekarang ini akan mengarahkan anak-anak menjadi terampil baik dari segi fisik maupun non fisik. Pemerintah dalam membentuk lembaga pendidikan sudah dapat memperkirakan secara kuantitatif terhadap anak yang mampu dan yang tidak mampu untuk melanjutkan serta anak yang putus sekolah.
Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang bermutu diperlukan sistem pendidikan yang lebih baik dan tenaga pengajar yang berkualitas serta didukung sarana dan parasarana yang memadai baik negeri maupun swasta. Peningkatan mutu tidak dihitung dengan kualitas sekolah yang tersebar akan tetapi bagaimana menciptakan sekolah yang berkualitas. Hal ini sesuai dengan Misi Pembangunan Provinsi Riau khusus pendidikan, yaitu (1) Mewujudkan masyarakat Riau yang beriman dan bertagwa, berkualitas, sehat, cerdas, terampil dan sejahtera serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Meningkatkan peran lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah guna membentuk karakter, moral dan etika masyarakat yang agamis dan (3) Meningkatkan hubungan kerjasama antar kabupaten/kota, antar provinsi serta luar negeri.
Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan pada masing-masing kabupaten/ kota sudah hampir merata, meskipun untuk level pendidikan tertentu masih terfokus di Kota Pekanbaru. Pada Tahun 2006/2007 jumlah Sekolah Dasar Negeri di Provinsi Riau berjumlah sebanyak 2.658 buah dan Sekolah Dasar Swasta sebanyak 325 buah. Kabupaten Indragiri Hilir memiliki jumlah Sekolah Dasar Negeri yang paling banyak bila dibandingkan kabupaten/kota lainnya, yaitu sebanyak 454 buah atau 17.08 persen dari total jumlah keseluruhan Sekolah Dasar Negeri yang ada di Provinsi Riau.
Kabupaten Kampar menempati posisi kedua yaitu sebanyak 430 buah atau 16.17 persen dan Kabupaten Bengkalis sebanyak 418 buah atau 15.72 persen. Sedangkan untuk Sekolah Dasar Swasta yang paling banyak berada di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu sebanyak 158 buah atau 48.61 persen. Kabupaten Indragiri Hilir menempati posisi kedua yaitu sebanyak 41 buah atau 12.61 persen dan Kabupaten Bengkalis sebanyak 39 buah atau 12.00 persen.
Dibandingkan keberadaan Sekolah Dasar pada masing-masing kabupaten/ kota, jumlah SLTP justru lebih sedikit. Pada tahun 2006/2007 jumlah SLTP Negeri di Provinsi Riau sebanyak 360 buah dan SLTP Swasta sebanyak 211 buah. Dibandingkan dengan level pendidikan lainnya, keberadaan SLTP Negeri pada masing-masing kabupaten/kota hampir merata, meskipun ada kabupaten/kota lain jumlahnya agak lebih besar. Kabupaten Bengkalis mempunyai jumlah SLTP Negeri yang paling banyak, yaitu sebanyak 88 buah atau 24.44 persen, diikuti Kabupaten Kampar sebanyak 41 buah atau 11.38 persen. Sedangkan SLTP Swasta yang paling banyak berada di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu sebanyak 49 buah atau 23.22 persen, diikuti Kota Pekanbaru sebanyak 32 buah atau 15.16 persen.
Jumlah SLTA Negeri di Provinsi Riau tahun 2006/2007 berjumlah sebanyak 133, dimana 22 buah atau 16.54 persen berada di Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Kampar memiliki sebanyak 19 buah atau 14.28 persen dan Kabupaten Siak sebanyak 14 buah atau 10.52 persen. Sedangkan SLTA Swasta berjumlah sebanyak 97 buah, dimana sebanyak 21 buah atau 21.64 persen berada di Kabupaten Rokan Hilir.
Sedangkan SMK di Provinsi Riau tahun 2006/2007 berjumlah sebanyak 33 SMK Negeri dan 68 SMK Swasta. Dari perbandingan ini terlihat bahwa masih banyak SMK Swasta di Provinsi Riau bila dibandingkan dengan SMK Negeri. Keberadaan SMK belum merata di masing-masing kabupaten/kota, kalaupun ada jumlahnya tidak sebanyak jumlah SLTA. Untuk mendapatkan tenaga kerja siap pakai, pada prinsipnya SMK lebih baik untuk dikembangkan, terutama untuk kabupaten/kota yang belum memiliki SMK.
Keberadaan sarana dan prasaran pendidikan tidak terlepas dari keberadaan murid yang akan menimba ilmu di suatu sekolah. Terkadang sekolah sudah dibangun, namun jumlah murid yang belajar di sekolah tersebut tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.
B. Pendidikan Agama
Pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan suatu sistem pendidikan yang saling berkaitan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Keduanya merupakan bagian dari proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perbedaan antara pendidikan umum dan pendidikan agama terletak pada wewenang penanganan pembinaan kelembagaan sistem pendidikan itu sendiri. Pendidikan umum dibawah pengawasan Dinas Pendidikan Nasional yang dijabarkan ke Dinas Pendidikan Provinsi dan selanjutnya diteruskan ke kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan agama dipegang/diawasi oleh Departemen Agama pada beberapa hal yang bersifat prinsipil. Walaupun ada perbedaan pada prinsip, namun kenyataannya sama-sama bekerja dalam hal pembinaan sehingga tidak tampak perbedaan dalam penanganannya.
Dari data yang tersedia pada website resmi pemerintah Provinsi Riau terlihat bahwa jumlah sekolah agama di Provinsi Riau masih sangat terbatas, hal ini tidak terlepas dari animo siswa untuk memasuki sekolah tersebut. Bahkan perbandingan antara sekolah agama negeri dengan swasta sangat jauh sekali perbedaannya. Untuk itu pengembangan kedepan sekolah-sekolah swasta tersebut bisa dinegerikan, karena bagaimanapun juga sekolah swasta hanya diajar oleh guru yang bersifat relawan, terkadang terima gaji tiap bulan dari iuran murid, namun tidak jarang juga tidak mendapat gaji sama sekali.
Terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan agama, keberadaan tenaga pengajar juga sangat menentukan dalam proses belajar mengajar. Meskipun tidak sebanyak guru di sekolah umum, namun pendidikan di sekolah agama juga mempunyai tenaga pengajar, baik yang berstatus PNS maupun yang non PNS.
BIDANG KESEHATAN

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan selama ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan Provinsi Riau, karena kesehatan menyentuh hampir semua aspek demografi/kependudukan, keadaan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat termasuk tingkat pendidikan serta keadaan dan perkembangan lingkungan fisik maupun biologik. Salah satu kebijaksanaan dasar pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.
Sementara itu mutu dan manajemen kesehatan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis tenaga kesehatan, alokasi anggaran, sarana pelayanan kesehatan yang tersedia, obat dan peralatan kesehatan serta sarana lainnya. Percepatan penyebaran tenaga kesehatan telah diupayakan melalui penempatan dokter dan dokter gigi sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan penempatan tenaga bidan di desa, serta wajib kerja tenaga sarjana bagi lulusan dokter spesialis. Di bidang sarana kesehatan telah diupayakan penyediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan secara merata di seluruh pelosok kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau.
Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka meningkatkan upaya pembangunan kesehatan secara lebih berdayaguna serta mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, meningkatkan pemerataan dan mutu pelayanan terutama untuk daerah terpencil. Sementara itu beberapa langkah telah diambil untuk mengantisipasi dampak negatif krisis ekonomi yang berkelanjutan antara lain melalui Jaringan Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK). Dengan pembangunan yang dilaksanakan secara intensif, berkesinambungan dan merata serta ditunjang oleh informasi kesehatan yang baik, diharapkan derajat kesehatan masyarakat dapat semakin ditingkatkan.
Walaupun secara umum terdapat kemajuan dibidang upaya kesehatan yang telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun masalah-masalah kesehatan yang dihadapi terasa semakin kompleks. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia, bencana Alam yang memporak-porandakan kehidupan masyakat serta pemberlakuan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah ditetapkan visi dan misi Pembangunan Kesehatan Provinsi Riau. Namun demikian menyadari adanya keterbatasan sumber daya dan sesuai dengan prioritas masalah yang ada serta kecendrungannya dimasa mendatang, maka disusun program pembangunan kesehatan di Provinsi Riau untuk mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam rencana pembangunan kesehatan telah ditetapkan Visi Riau Sehat 2005, yaitu : (1) Program perbaikan gizi masyarakat, (2) Program lingkungan sehat, (3) Program perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, (4) Program upaya kesehatan, (5) Program sumber daya kesehatan, (6) Program pengembangan peraturan penyelenggaraan upaya kesehatan dan (7) Program obat, makanan dan bahan berbahaya.
Salah satu faktor penunjang dalam pelayanan kesehatan masyarakat adalah keberadaan jasa pelayanan masyarakat itu sendiri, seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Posyandu, toko obat dan apotik. Keberadaan Rumah Sakit khusunya di Kota Pekanbaru dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, dalam hal ini Rumah Sakit Swasta. Kondisi ini akan menjadi tantangan di masa mendatang bagi Rumah Sakit Negeri dalam hal peningkatan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan meningkatnya pelayanan, diharapkan masyarakat Riau tidak lagi akan pergi ke Malaka untuk berobat, karena selama ini banyak masyarakat Riau berobat ke Malaka disebabkan pelayanan yang diberikan cukup baik dibandingkan dengan pelayanan di Rumah Sakit yang ada di Provinsi Riau.
Dari tabel 28 terlihat bahwa sarana dan prasarana khususnya Rumah Sakit belum merata di Provinsi Riau. Dari 36 Rumah Sakit Negeri dan Swasta yang ada di Provinsi Riau tahun 2006, sebanyak 14 Rumah Sakit atau 50.00 persen ada di Kota Pekanbaru. Sementara di Kota Dumai sebanyak 3 Rumah Sakit atau 10.71 persen.
Selain Kabupaten Kampar dan Pelalawan semua kabupaten hanya memiliki satu buah Rumah Sakit. Hal ini memberikan gambaran bahwa kota lebih melihat Rumah Sakit sebagai hal yang penting dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jika dilihat dari jumlah penduduk, sudah saatnya kabupaten/kota meningkatkan sarana dan prasarana dalam hal ini Rumah Sakit pada masing-masing kabupaten/kota. Hal yang terpenting adalah perlengkapan Rumah Sakit itu sendiri, karena selama ini untuk pengobatan penyakit berat, Rumah Sakit kabupaten/kota memberi rujukan untuk pasien berobat ke Kota Pekanbaru. Kondisi ini tidak saja menyangkut keselamatan pasien, tetapi waktu yang ditempuh menuju Kota Pekanbaru memerlukan waktu yang lama sehingga akan memperburuk kondisi pasien dalam perjalanan.
Untuk sarana dan prasarana kesehatan klinik, keberadaannya sudah merata di hampir seluruh kabupaten/kota. Kota Pekanbaru memiliki klinik yang terbanyak, yaitu 405 klinik atau 54.95 persen dari jumlah total keseluruhan klinik yang ada di Provinsi Riau. Kabupaten Pelalawan menempati posisi kedua sebanyak 63 klinik atau 8.54 persen dan Kota Dumai sebanyak 49 klinik atau 6.64 persen. Keberadaan klinik disuatu daerah merupakan hal yang sangat vital dalam upaya membantu pengobatan masyarakat. Hal ini didasari bahwa keberadaan Rumah Sakit di suatu kabupaten/kota yang masih terbatas, sehingga keberadaan klinik merupakan salah satu solusi sebagai tempat pengobatan bagi masyarakat.
Keberadaan Puskesmas di Provinsi Riau sudah cukup merata di masing-masing kabupaten/kota, hal ini terlihat pada tabel 31 dimana hampir semua kabupaten/kota sudah memiliki Puskesmas. Pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas diarahkan pada kegiatan/pelayanan Puskesmas yang mempunyai daya ungkit didalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB) dan status gizi buru Balita. Upaya kesehatan dasar di Puskesmas seperti imunisasi, gizi, penanggulangan ISPA, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pemberantasan diare, TB paru, malaria, pemberantasan vektor demam berdarah dan penyuluhan kesehatan. Puskesmas bisa di bagi beberapa kelas, yaitu Puskesmas Induk, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan dasar di Provinsi Riau, pemerintah telah membangun Puskesmas sebanyak 158 buah, dimana 23 Puskesmas atau 14.55 persen berada di Kabupaten Indragiri Hilir, 19 Puskesmas atau 12.02 persen berada di Kabupaten Kampar dan 16 Puskesmas atau 10.12 persen masing-masing berada di Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu.
Dari beberapa macam sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Provinsi Riau, Posyandu merupakan sarana dan prasarana yang paling banyak, yaitu 3.984 Posyandu. Posyandu mempunyai peranan yang sangat penting, khususnya di daerah pedesaan. Posyandu melayani ibu dan anak di pedesaan terutama melakukan penimbangan bayi setiap bulannya. Kabupaten Bengkalis memiliki Posyandu yang paling banyak, yaitu 567 buah atau 14.23 persen, Kota Pekanbaru sebanyak 528 buah atau 13.25 persen.
Keberadaan apotik merupakan hal yang sangat penting dalam mendukung pelayanan kesehatan masyarakat. Jumlah apotik di Provinsi Riau dari data yang ada sebanyak 239 buah, dimana jumlah terbanyak terdapat di Kota Pekanbaru sebanyak 148 buah atau 61.92 persen, diikuti Kabupaten Bengkalis sebanyak 24 buah atau 10.04 persen dan Kabupaten Kampar sebanyak 13 buah atau 5.43 persen.
Disamping apotik juga ada toko obat dimana pada tahun 2006 toko obat di Provinsi Riau berjumlah sebanyak 631 buah, dimana sebanyak 227 buah atau 35.97 persen berada di Kota Pekanbaru. Kabupaten Kampar juga memiliki toko obat yang cukup banyak, yaitu 128 buah atau 20.28 persen. Keberadaan toko obat di Provinsi Riau belum merata, ada kabupaten/ kota yang memiliki toko obat yang banyak namun ada juga kabupaten/kota yang belum memiliki toko obat.
Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan sangat erat sekali hubungannya dengan keberadaan tenaga medis. Tenaga medis bisa berupa dokter, bidan, perawat dan apoteker. Pemerintah Daerah telah mengupayakan menciptakan tenaga medis dari sumber daya manusia yang ada di Provinsi Riau. Setelah berjuang beberapa tahun, akhirnya Provinsi Riau pada tahun 2004 sudah memiliki Fakultas Kedokteran. Hingga tahun 2007, Fakultas Kedokteran Universitas Riau belum ada mewisuda mahasiswanya. Meskipun demikian, sudah banyak mahasiswa Fakultas Kedokteran yang melakukan praktek di berbagai rumah sakit baik Rumah Sakit Pemerintahan maupun Rumah Sakit Swasta yang ada di Provinsi Riau.
Jumlah dokter spesialis di Provinsi Riau tahun 2006 sebanyak 229 orang, dokter umum 701 orang, dokter gigi 177 orang, bidan 845 orang, perawat 1.984 orang dan apoteker sebanyak 4.191 orang. Dari perbandingan tenaga medis di Provinsi Riau, jumlah perawat lebih banyak dibandingkan dengan tenaga medis lainnya.
Bila dilihat masing-masing kabupaten/kota, untuk dokter spesialis Kota Pekanbaru sudah memiliki sebanyak 142 dokter spesialis atau 62.00 persen dari total keseluruhan dokter spesialis yang ada di Provinsi Riau. Kabupaten Pelalawan sebanyak 20 dokter spesialis atau 8.73 persen dan Kota Dumai sebanyak 19 dokter spesialis atau 8.29 persen. Sedangkan kabupaten lainnya masih relatif kecil keberadaan dokter spesialis. Untuk itu keberadaan dokter spesialis sudah seharusnya ada di masing-masing kabupaten/kota. Mudah-mudahan ditahun mendatang dimana kesehatan sudah mendapat prioritas dari pemerintah, keberadaan dokter spesialis di masing-masing kabupaten/kota keberadaannya bisa ditingkatkan lagi.
Dokter umum hampir sudah ada di masing-masing kabupaten/kota. Pada tahun 2006 jumlah dokter umum yang ada di Provinsi Riau sebanyak 701 orang. Keberadaan dokter umum hampir sudah merata di masing-masing kabupaten/kota. Dari 701 dokter umum yang ada di Provinsi Riau, sebanyak 203 orang atau 28.95 persen berada di Kota Pekanbaru, 72 orang atau 10.27 persen ada di Kabupaten Kampar dan 70 orang atau 9.98 persen ada di Kabupaten Bengkalis. Meskipun dokter umum sudah ada di semua kabupaten/kota, namun bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di masing-masing kabupaten/kota keberadaan dokter umum masih dirasakan kurang.
Pada tahun 2006 jumlah dokter gigi di Provinsi Riau sebanyak 177 orang, dimana 70 orang atau 39.54 persen berada di Kota Pekanbaru, 18 orang atau 10.16 persen berada di Kabupaten Kampar dan 16 orang atau 9.03 persen berada di Kota Dumai. Sedangkan kabupaten yang paling sedikit keberadaan dokter gigi adalah Kabupaten Kuantan Singingi dan Rokan Hulu yang hanya 5 orang atau 2.82 persen. Bila dilihat jumlah penduduk masing-masing kabupaten tersebut dengan dokter gigi yang ada masih belum sebanding. Untuk itu keberadaan dokter gigi di Kabupaten Kuantan Singing dan Rokan Hulu perlu ditambah lagi.
Keberadaan bidan di Provinsi Riau tahun 2006 berjumlah 845 bidan, 301 bidan atau 35.62 persen berada di Kota Pekanbaru, 86 bidan atau 10.17 persen berada di Kabupaten Kampar dan 84 bidan atau 9.94 persen masing-masing berada di Kabupaten Siak dan Kota Dumai. Meskipun keberadaan bidan sudah merata dimasing-masing kabupaten/kota, namun untuk peningkatan pelayanan kesehatan keberadaan bidan perlu ditambah lagi, khusunya keberadaan bidang di daerah-daerah terisolir. Bidan sangat berperan sekali dalam upaya membantu ibu-ibu melahirkan, terutama di desa-desa. Untuk itu pemberian insentif kepada bidan-bidan tersebut perlu lebih diperhatikan.
Jumlah perawat di Provinsi Riau tahun 2006 berjumlah 1.984 orang, dimana 482 orang atau 24.29 persen berada di Kota Pekanbaru, 311 orang atau 15.67 persen berada di Kabupaten Indragiri Hilir dan 306 orang atau 15.42 persen berada di Kabupaten Kampar. Meskipun fungsi perawat tidak begitu sebesar peranan dokter, namun keberadaannya di Rumah Sakit sangat diperlukan. Banyaknya jumlah perawat di Provinsi Riau tidak terlepas dengan adanya sekolah perawat yang sudah ada di Provinsi Riau sejak dahulunya. Hal ini bertolak belakang dengan Fakultas Kedokteran Universitas Riau yang keberadaannya baru ada tahun 2004 ini di Provinsi Riau.
Tenaga medis apoteker di Provinsi Riau pada tahun 2006 berjumlah 410 orang, dimana 169 orang atau 41.21 persen ada di Kota Pekanbaru, 41 orang atau 10.00 persen berada di Kota Dumai dan 33 orang atau 8.04 persen ada di Kabupaten Pelalawan. Keberadaan apoteker saling terkait dengan keberadaan dokter maupun apotik. Jumlah apoteker yang ada sekarang ini masih dirasakan kurang, ini terlihat masih antrinya pasien dalam pengambilan obat resep dokter di Rumah Sakit.

Dua sektor ini (Kesehatan dan Pendidikan) adalah sektor utama yang dapat menghantarkan warga menuju kesejahteraan sehingga secara tidak langsung dapat memberantas kemiskinan dalam jangka panjang secara berkelanjutan. Untuk itulah maka apresiasi mutlak diberikan kepada RUSLI ZAINAL dengan sebutan SANG VISIONER.